—– Pesan Asli —-
Dari: ricoola_2003 <ricoola_2003@yahoo.com>
Kepada: zen_mhd@yahoo.co.id
Terkirim: Senin, 23 Juni, 2008 16:41:51
Topik: Ass mas zen

Ass mas , sy romi dari bandung, mahasiswa unpad jurusan ESP..sy skrg
sdg menyusun skripsi ttg antara perbandingan kndsi finansial antara
bank umum dg bank syariah..sy mau nanya perbedaan antara bank syariah
dg unit syariah..kalau sy memasukkan unit syariah ke dlm kategori bank
syariah bsa ga??
mksh mas
Wassalam

Wa’alaikum salam wr. wb.
Dari: ricoola_2003 <ricoola_2003@yahoo.com>
Kepada: zen_mhd@yahoo.co.id
Terima kasih Kang Romi … atas kepercayaannya.

Meneliti perbankan syariah hanya unit syariah tidak apa2 syah-syah aja, hanya saja lebih komprehensif yang menggunakan “labelisasi” bank syariah. Perbedaan perbankan syariah dan konvensional amat jelas berbeda. Di antaranya perbedaan akad perbankan syariah dengan bagi hasil, sedangkan bank konvensional sistem bunga.

Untuk lebih jelasnya, Perbankan syariah dan bank konvensional sebetulnya mempunyai sisi persamaan, terutama dalam hal teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi (computer), syarat-syarat memperoleh pembiayaan.. Akan tetapi dalam beberapa hal bank syariah berbeda dari bank konvensional.[1] Perbedaan tersebut dapat dilihat dalam hal akad dan aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, lingkungan kerja dan mekanisme penghitungan keuntungan atau bagi hasil.[2]

1. Akad dan Aspek Legalitas

Dalam bank syariah akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi dan ukhrawi, karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam. Sering kali nasabah berani melanggar kesepakatan/ perjanjian yang telah dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi tidak demikian bila dibarengi dengan perjanjian yang melibatkan masalah agama sebab memiliki pertanggungjawaban hingga yaimil qiyamah.[3] Setiap akad dalam perbankan syariah baik dalam hal barang, pelaku transaksi maupun ketentuan lainnya harus memenuhi ketentuan akad. Selain itu, jika terjadi perselisihan antara nasabah dan bank Islam, kedua belah pihak tidak menyelesaikannya di peradilan negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi syariah.[4]

Lembaga yang mengatur hukum materi atau berdasarkan prinsip syariah di Indonesi dikenal dengnan nama Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI), yang didirikan secara bersama oleh kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia (MUI).

2. Struktur Organisasi

Bank syariah memiliki struktur yang sama dengan bank konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi. Tapi unsur yang sangat membedakan bank syariah dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan garis-garis syariah. Dewan pengawas syariah biasanya diletakkkan pada setiap bank. Hal ini untuk menjamin efektivitas dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karen itu, penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah biasanya dilakukan oleh Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Pengawas Syariah Nasional.[5]

3. Bisnis dan Usaha yang dibiayai

Dalam bank syariah, bisnis dan usaha yang dilaksanakan tidak lepas dari saringan syariah. Karena itu, bank syariah tidak akan mungkin membiayai usaha yang terkandung di dalamnya hal-hal yang diharamkan. Dalam perbankan syariah itu juga suatu pembiayaan tidak akan disetujui sebelum dipastikan beberapa hal pokok, diantaranya sebagai berikut:

a. Apakah obyek pembiayaan halal atau haram?

b. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan perjudian?

c. Apakah proyek menimbulkan kemudharatan untuk masyarakat?

d. Apakah proyek berkaitan dengan perbuatan mesum/ asusila?

e. Apakah proyek itu berkaitan dengan industri senjata yang ilegal atau berorientasi pada pengembanngan senjata pembunuh massal?

f. Apakah proyek dapat merugikan syiar Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung?[6]

4. Lingkungan Kerja dan Corporate Culture

Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sejalan dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya, setiap amanah dan shidiq dan harus melandasi setiap karyawan sehingga tercipta profesionalisme yang berdasarkan Islam. Demikian pula dalam hal reward dan punishment (imbalan dan sangsi) diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan syariah.[7]

Selain itu, cara berpakaian dan tingkah laku dari para karyawan merupakan cerminan bahwa mereka bekerja dalam sebuah lembaga keuangan yang membawa nama Islam, sehingga tidak ada aurat yang terbuka dan tingkah laku yang tidak mencerminkan akhlaq al-karimah. Demikian pula dalam menghadapi nasabah, akhlak harus senantiasa terjaga.

5. Prinsip dan Mekanisme Penghitungan Keuntungan (Bagi Hasil)

a. Contoh Kasus

Bank Syariah

Bank Konvensional

Bapak A memiliki Deposito

Nominal = Rp. 10.000.000,00

Jangka Waktu = 1 (satu) bulan

(1 Jan 2001-1Feb 2001)

Nisbah = Deposan 57 % : Bank 43 %

Bapak B memiliki Deposito

Nominal = Rp. 10.000.000,00

Jangka Waktu = 1 (satu) bulan

(1 Jan 2001-1Feb 2001)

Bunga = 20 %

Jika keuntungan yang diperoleh untuk deposito dalam 1 (satu) bulan sebesar Rp. 30.000.000,00 dan rata-rata saldo deposito jangka waktu satu bulan adalah Rp. 950.000. 000,00

Pertanyaan: Berapa keuntungan yang diperoleh Bapak A?

Pertanyaan: Berapa keuntungan yang diperoleh Bapak B?

Jawab:

Rp. (10.000.000 : 950.000. 000) x

Rp. 30.000.000 x 57 %

= Rp. 180.000

Jawab:

Rp. 10.000.000 x (31: 365 hari) x 20 %

= Rp. 169.863[8]

Dari tabel tersebut, bisa disimpulkan dan diklasifikasikan bahwa bank syariah akan memberikan besar kecilnya bagi hasil yang diperoleh deposan tergantung pada: pendapatan bank; nisbah bagi hasil antara nasabah dan bank; nominal deposito nasabah; rata-rata sado deposito untung jangka waktu tertentu yang ada pada bank; dan jangka waktu deposito karena berpengaruh pada lamanya investasi. Sebaliknya, bank konvensional akan memberikan besar kecilnya bunga yang diperoleh deposan tergantung kepada: tingkat bunga yang diperoleh yang berlaku; nominal deposito dan jangka waktu deposito.

Perbedaan berikutnya, ketika bank syariah memberi keuntungan kepada deposan melalui dengan pendekatan LDR (Loan to Deposito Ratio), yaitu mempertimbangkan rasio antara dana pihak ketiga dengan pembiayaan yang diberikan. Dalam perbankan syariah LDR bukan saja mencerminkan keseimbangan tetapi juga keadilan, karena bank benar-benar membagikan hasil riil dari dunia usaha (loan) kepada penabung (deposit).[9] Lain halnya dengan bank konvensional, semua bunga yang diberikan kepada deposan menjadi beban biaya langsung. Tanpa memperhitungkan berapa pendapatan yang dapat dihasilkan dari dana yang dihimpun. Konsekuensinya, bank harus menambahi bila bunga dari peminjaman ternyata lebih kecil dibandingkan dengan kewajiban bunga deposan. Hal ini terkenal dengan istilah negative spread atau keuntungan negative alias rugi.[10]

6. Perbandingan antara Bank syariah dan Konvensional

Perbandingan antara bank syariah dan konvensional dapat disajikan dalam tabel berikut:[11]

Bank Syariah

Bank Konvensional

a. Berdasarkan margin keuntungan

b. Profit dan falah[12] oriented

c. Hubungan dengan nasabah dalam bentuk hubungan kemitraan

d. Melakukan investasi-investasi yang halal saja

e. Pengerahan dan penyaluran dan harus sesuai dengan pendapatan melalui Dewan Pengawas Syariah

a. Memakai perangkat bunga atau bagi hasil

b. Profit oriented

c. Hubungna nasabah dalam bentuk hubungan debitur-kreditur

d. Investasi yang halal dan yang haram

e. Tidak terdapat dewan sejenis itu


[1] Adiwarman Azwar Karim, “Islam Sebagai Sistem Hidup yang Komprehensif dan Universal”, (Makalah Pelatihan Perbankan Syariah), (Jakarta), 24-26 April 2001 di Gedung Arthaloka

[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama dan Cendekiawan, op.cit. h. 261

[3] Aris Kartono,”Liability Side”, (Makalah Pelatihan Perbankan Syariah), (Jakarta), 24-26 April 2001 di Gedung Arthaloka

[4] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik, op.cit., h. 30

[5] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama, op.cit., h. 262

[6]Adiwarman Azwar Karim, “Islam Sebagai Sistem Hidup yang komprehensif dan Universal”, loc.cit

[7] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama, loc.cit.

[8] Ibid. h. 263

[9] Sutan Remy Sjahdeini, Perbankan Islam dan Kedudukannya dalam Tata Hukum Perbankan Indonesia, (Jakarta: Penerbit Grafiti, 1999), Cet. ke-1, h. 177

[10] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah Wacana Ulama,op.cit., h. 264-265

[11] H. Karnaen Perwaatmadja, H. Muhammad Syafi’i Antonio, Apa dan Bagaimana Bank Islam, (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1992), Cet. ke-1, h. 53

[12] Falah berarti mencari kemakmuran di dunia dan kebahagiaan di akhirat.

Tinggalkan komentar